Oleh: Al-Ustadz Abu Hamid Fauzi
bin Isnain
Bagi
jiwa yang beriman, sesungguhnya al-Qur’an adalah anugerah yang agung dan
kenikmatan yang amat besar. Namun, banyak di antara kita yang tidak menyadari
besarnya kenikmatan ini.
Diakui
atau tidak, keseharian kita membuktikan bahwa kita masih jauh dari al-Qur’an.
Mari kita introspeksi diri. Berapa ayat yang kita baca setiap hari? Dari ayat
yang kita baca itu, berapa yang bisa kita tadabburi? Mana dari ayat-ayat itu
yang menggugah kerinduan kepada Allah k dan membangkitkan semangat kita untuk
berlomba dalam kebajikan?
Oleh karena itu, wahai jiwa yang
beriman, mari kita mengenali sifat-sifat al-Qur’an agar kecintaan bersemi dalam
jiwa lalu membuahkan ketundukan.
Al-Qur’an
adalah mukjizat, bahkan mukjizat terbesar sepanjang masa. Sebab, al-Qur’an
adalah kalamullah (ucapan Allah). Al-Qur’an bukanlah makhluk yang dicipta,
bukan pula sekadar kandungan makna dari kalam-Nya. Akan tetapi, makna sekaligus
lafadz al-Quran seluruhnya adalah ucapan Allah ‘azza wa jalla. Dari
Allah k-lah al-Qur’an berasal, kemudian didengar oleh Jibril ‘alahissalam dan
disampaikan kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam.
Al-Qur’an bukan ucapan makhluk.
Ucapan Allah ‘azza wa jalla tidak serupa dengan ucapan makhluk
apa pun. Allah ‘azza wa jalla berbicara, mendengar, dan
melihat sesuai dengan keagungan dan kemuliaan sifat-sifat-Nya yang
Mahasempurna. Manusia juga berbicara, mendengar, dan melihat, tetapi sesuai
dengan sifat-sifat mereka yang penuh kelemahan dan kekurangan.
Karena al-Qur’an adalah
kalam-Nya, berarti al-Qur’an adalah kalam yang agung dan sempurna. Tidak ada
kebatilan, kekurangan, kedustaan, kezaliman, dan kesia-siaan di dalamnya.
Seluruhnya kebenaran dan adil, mengandung makna yang dalam dan hikmah yang
begitu agung, penuh manfaat, dan memberikan petunjuk ke jalan yang benar serta
kehidupan yang penuh kebahagiaan.
Al-Qur’an telah diakui sebagai
kalamullah oleh para penentang Islam terdahulu, yaitu para tokoh kekufuran dari
bangsa Quraisy. Al-Walid bin al-Mughirah atau ‘Uqbah pernah diutus kaumnya
untuk berunding dengan Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam perihal
al-Qur’an dan supaya Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam menyudahi
dakwah beliau.
Ia berkata, “Wahai Muhammad, apa
maumu dengan seruanmu? Kalau engkau mencari kekuasaan, akan kami beri. Kalau
engkau menginginkan harta agar menjadi orang Arab terkaya, akan kami himpun
harta untukmu. Jika engkau mengimpikan wanita, akan kami pilihkan gadis-gadis
yang elok jelita.”
“Hanya itukah yang ada pada
kalian? Kalau begitu, dengarkanlah!”
Nabi shallallahu ‘alahi
wa sallam membacakan permulaan surat Fushshilat kepada Abu al-Walid,
“Haa Miim. (Ayat ini) diturunkan
dari Dzat Yang Maha Rahman dan Rahim. Kitab yang dirinci ayat-ayatnya dengan
terang, bacaan yang berbahasa Arab, diperuntukkan bagi orang-orang yang
mengerti. (Kitab) yang membawa berita gembira sekaligus peringatan. Namun,
kebanyakan mereka berpaling, tidak mau mendengar. Mereka berkata, ‘Hati kami
dalam keadaan tertutup dari seruan kalian. Telinga kami tersumbat, dan di
antara kami dan kamu ada dinding yang menghalangi. Maka dari itu, berbuatlah,
kami pun akan berbuat.’
Katakanlah, ‘Sesungguhnya aku
hanyalah manusia seperti kalian, tetapi aku mendapatkan wahyu bahwa yang wajib
kalian sembah hanya Allah. Maka dari itu, tempuhlah jalan yang lurus menuju
Allah dan mintalah ampunan dari-Nya. Sungguh celaka orang-orang yang berbuat
syirik, yaitu mereka yang tidak mau menunaikan zakat dan mengingkari hari
kiamat. Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh akan
mendapatkan pahala yang tiada henti.’
Katakanlah, ‘Sesungguhnya apakah
pantas kalian ingkar kepada Dzat yang telah menciptakan bumi hanya dalam dua
hari, lalu kalian menjadikan bagi-Nya tandingan-tandingan? Itulah Pemilik alam
semesta.’ Dialah pula yang telah menciptakan di muka bumi gunung-gunung yang
kokoh. Allah melimpahkan berkah padanya; memilih dan menentukan berbagai
makanan pokok (bagi penghuninya) selama empat hari. (Penjelasan ini adalah
jawaban) bagi orang-orang yang bertanya.
Kemudian, Dia menuju langit dalam
keadaan langit berupa asap. Lalu Dia berkata kepadanya dan kepada bumi,
‘Datanglah kalian berdua menurut perintah-Ku, dengan rela atau dengan
terpaksa.’ Keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan penuh kerelaan.’ Dia pun
menjadikannya tujuh langit dalam dua hari dan mewahyukan pada tiap-tiap langit
urusannya. Dan Kami hiasi langit dengan bintang-bintang yang cemerlang dan Kami
pelihara dengan sebaik-baiknya. Demikianlah ketentuan Yang Mahaperkasa lagi
Maha Mengetahui.
Jika mereka berpaling,
katakanlah, ‘Aku ingatkan kalian dengan petir, seperti petir yang membinasakan
kaum ‘Ad dan Tsamud’.” (Fushshilat: 1—13)
Setelah mendengar ayat-ayat yang
begitu dahsyat menyambar sanubari, Abu al-Walid memandang Nabi shallallahu
‘alahi wa sallam dan mengatakan, “Sudah, cukup!”
Pada kejadian lain, al-Walid
Ibnul Mughirah datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam lalu
beliau membacakan al-Qur’an kepadanya, seolah-olah dia luluh dengan bacaan itu.
Ketika Abu Jahl merasa khawatir terhadap al-Walid dia pun menegurnya, al-Walid
menjawab:
“Wahai kaumku, aku baru saja
mendengar sebuah ucapan yang menakjubkan. Ucapan itu bukan syair, bukan
mantra-mantra, dan tidak seperti ucapan yang biasa kita bicarakan. Sungguh,
pada ucapannya ada kelezatan. Begitu elok, bagai pohon rindang yang bertaburan
buah…. Ucapan itu demikian tinggi tiada terungguli.”
Itulah kalamullah, mukjizat yang
tidak lekang oleh masa, yang selalu ada dan membuktikan kebenaran Islam,
risalah tauhid, dan risalah keadilan yang dibawa oleh Nabi terakhir,
Muhammad shallallahu ‘alahi wa sallam.
Ya, al-Qur’an adalah mukjizat.
Kata mukjizat berasal dari kata i’jaz yang berarti melemahkan. Sebab, al-Qur’an
telah membuktikan kelemahan para penentang dan pengingkarnya. Allah telah
menantang orang-orang kafir Quraisy untuk mendatangkan sepuluh surat yang bisa
menandingi al-Qur’an. Namun, mereka tidak mampu walaupun mendatangkan satu
surat saja. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Katakanlah, ‘Seandainya manusia
dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan al-Quran ini, niscaya mereka
tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya sekalipun satu sama lain
bahu-membahu’.” (al-Isra’: 88)
Allah ‘azza wa jalla juga
berfirman,
“Bahkan, mereka mengatakan,
‘Muhammadlah yang telah merekayasa al-Qur’an.’ Katakanlah, ‘(Kalau demikian),
maka datangkanlah sepuluh surat yang dibuat-buat untuk menandinginya, dan
panggillah orang-orang yang kalian sanggup (memanggilnya) selain Allah jika
kalian orang-orang yang benar’.” (Hud: 13)
Mereka tidak sanggup membuat
surat tandingan, padahal dari sisi kemampuan berbahasa, mereka adalah jagonya.
Lisan mereka fasih dan tinggi balaghah-nya. Oleh karena itu, para ulama
menyebutkan bahwa al-Quran adalah mukjizat.
Kalamullah sebagai mukjizat
memiliki kekhususan dan keistimewaan, di antaranya adalah:
1. Al-Qur’an mencakup
lafadz-lafadz dari seluruh suku dan kabilah bangsa Arab
Di antara lafadz al-Qur’an ada
yang berasal dari bahasa Quraisy, bahasa Hudzail, bahasa Tamim, bahasa Hawazin,
bahasa penduduk Yaman, bahasa Himyar, dan lain-lain.
‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu
‘anhu pernah berkhotbah lalu membacakan surat an-Nahl ayat 47. Tatkala
sampai pada kata takhawwuf, ‘Umar menghentikan khotbahnya sejenak, lalu
bertanya kepada hadirin, “Apa takhawwuf ?” Semua terdiam.
Tiba-tiba, bangkitlah seorang
lelaki dari suku Hudzail. Katanya, “Wahai Amirul Mukminin, takhawwuf dalam
bahasa kami adalah tanaqqush, sehingga maknanya ‘Apakah mereka yang melakukan
makar jahat itu merasa aman dari azab Kami dengan dicabut kenikmatan yang ada
pada mereka secara berangsur-angsur hingga mereka binasa?’.”
Perhatikanlah, tidak ada seorang
Arab pun yang dapat menguasai seluruh bahasa dari suku-suku dan kabilah-kabilah
Arab, baik dari segi lafadz maupun dialek. Sementara itu, al-Qur’an memuat bahasa-bahasa
tersebut.
Tidak hanya itu, di dalam
al-Qur’an didapati susunan bahasa (nahwu) yang beragam berdasarkan tata bahasa
berbagai suku dan kabilah. Ini semua menunjukkan bahwa al-Qur’an bukanlah
buatan makhluk, melainkan betul-betul datang dari Allah ‘azza wa jalla,
pencipta manusia dan Rabb alam semesta.
2. Seluruh lafadz al-Qur’an
berada pada puncak kefasihan
Isim dalam al-Qur’an semuanya
fasih. Begitu juga fi’il dan huruf, semuanya fasih. Bahkan, ayat Alif Lam Mim
juga fasih. Inilah kekhususan al-Qur’an. Tidak ada seorang Arab pun (pada saat
turunnya al-Qur’an) yang menemukan celah untuk mengkritik dan menjelek-jelekkan
lafadz al-Qur’an. Bahkan, al-Walid sempat berujar, padahal dia musyrik,
“Sungguh, pada ucapan ini ada kelezatan. Begitu elok, bagai pohon rindang yang
bertaburan buah…. Ucapan ini demikian tinggi tiada terungguli.”
3. Tidak ada pertentangan di
dalamnya
Makna luas yang dikandung oleh
al-Qur’an, baik dalam hal akidah, akhlak, dan pembentukan pribadi, maupun
aturan-aturan hukum/syariat, semuanya sempurna dan tidak saling bertentangan.
Berbeda halnya dengan ucapan manusia yang selalu memiliki kekurangan, sering
bertentangan, dan tidak sesuai dengan kenyataan. Terlebih pembicaraan yang
menyangkut perkara gaib, sedikit sekali yang tepat dan sesuai dengan kenyataan.
4. Al-Qur’an mempunyai ketinggian
sastra
Al-Qur’an memiliki balaghah dan
bayan yang tinggi. Lafadz-lafadz dan makna-maknanya serta keterkaitan antar
makna dan antar lafadz demikian menakjubkan. Susunan kata dalam tiap ayat,
susunan ayat demi ayat, dan terhimpunnya sejumlah kalimat dalam satu ayat
menunjukkan bahwa al-Qur’an memiliki balaghah yang tinggi. Tidak mungkin jin
dan manusia mendatangkan kalimat yang banyak yang semuanya menempati tingkatan
balaghah dan sastra yang tinggi.
Terkait dengan hal ini, kita
mendapati bahwa walaupun telah ditulis oleh ratusan ulama, tafsir-tafsir
al-Qur’an belum berhasil menguak secara terperinci seluruh rahasia yang
tersimpan dalam al-Qur’an. Ilmu tafsir adalah ilmu yang tiada habisnya, seperti
sifat kalamullah yang disebutkan dalam firman-Nya,
“Katakanlah, ‘Seandainya samudra
dijadikan sebagai tinta untuk menuliskan kalimat-kalimat Rabb-ku, niscaya
samudra itu kering sebelum berakhirnya kalimat-kalimat Rabb-ku, bahkan walaupun
didatangkan lagi tinta sebanyak itu’.” (al-Kahfi: 109)
5. Al-Qur’an memiliki kekuatan
ajaib terhadap jiwa
Tidak ada ucapan manusia yang
memiliki daya tarik dan kekuatan ajaib seperti yang dimiliki al-Qur’an. Kisah
keislaman ‘Umar bin al-Khaththab a adalah salah satu contoh. Ketika itu, ia
mendapat kabar bahwa saudarinya, Fathimah s, masuk Islam. Bagai tersambar
petir, ‘Umar yang semula hendak membunuh Rasulullah shallallahu ‘alahi
wa sallam, seketika itu juga mengubah haluan menuju kediaman Fathimah.
Karena kegeraman yang tidak tertahan dan gejolak amarah yang meluap, tangan
kekar ‘Umar melayang ke wajah Fathimah hingga wajah itu pun bersimbah darah.
Namun, begitu ia membaca ayat-ayat suci dalam surat Maryam, hatinya langsung
lembut. Akhirnya, ia pun masuk Islam.
Tidak luput dari ingatan kita
perihal Fudhail bin ‘Iyadh rahimahullah, seorang imam di Makkah
yang tepercaya, wara’, ahli ibadah, dan meriwayatkan banyak hadits. Dahulu ia
adalah seorang penyamun yang sangat ditakuti di perlintasan antara Abyurd dan
Sarkhas. Tentang kisah tobatnya, diceritakan bahwa seperti biasa, Fudhail ingin
merampok pada suatu petang. Lewatlah serombongan manusia yang bersama mereka
ada keledai betina yang putih bersih.
“Mari kita bergegas meninggalkan
tempat ini. Jangan sampai kita disergap Fudhail sehingga barang-barang kita
dirampas!” seru mereka.
Fudhail mendengar seruan itu. Dia
begitu sedih. Dia merenung lalu bergumam, “Mereka sangat takut kepadaku.”
Fudhail lalu menghampiri
rombongan itu, mengucapkan salam, dan menawarkan persinggahan. “Tinggallah
bersamaku malam ini. Kalian akan aman dari kejahatan Fudhail,” katanya.
Begitu gembira mereka dengan
tawaran ini. Rupa-rupanya mereka mengenal Fudhail sekadar nama. Nama Fudhail
memang angker di kalangan musafir. Kemudian, Fudhail keluar rumah mencari makan
untuk para tamunya. Saat kembali, ia mendengar seseorang membaca,
“Belumkah tiba waktunya bagi
orang-orang yang beriman untuk khusyuk hatinya karena mengingat Allah dan
mengingat kebenaran yang telah turun?” (al-Hadid: 16)
Hati Fudhail luluh mendengar ayat
ini. Sontak ia menjerit, “Benar! Sekaranglah waktunya, ya Rabb-ku.”
Begitulah al-Qur’an. Karena
kekuatan yang ada di dalamnya, menyimaknya akan menumbuhkan kepasrahan jiwa,
kecuali pada orang-orang yang lebih suka menuruti hawa nafsu.
Di antara rahasia kekuatan
al-Qur’an adalah ayat-ayatnya tidak dipisah-pisahkan berdasarkan muatan atau
kandungannya. Ayat tentang akidah tidak dipisahkan dalam surat khusus, begitu
pula ayat-ayat tentang akhlak, hukum syariat, dan sebagainya. Namun, muatan dalam
satu surat sangat kompleks dan beragam. Bahkan, dalam satu ayat terhimpun
banyak sisi pembahasan.
Ayat yang membicarakan orang yang
beriman, diikuti oleh ayat yang membicarakan orang munafik, ayat yang
menyinggung jiwa, ayat tentang akidah, ayat tentang kisah umat-umat terdahulu,
ayat tentang peristiwa di masa mendatang, ayat tentang janji, ayat tentang
ancaman, ayat tentang surga, ayat tentang neraka, ayat tentang hukum-hukum
tertentu, ayat tentang asal-muasal penciptaan manusia, dan sebagainya. Sangat beragam.
Sebab, jiwa manusia pun sangat
beragam. Bahkan, jiwa satu orang selalu berbolak-balik. Saat ini jiwanya lebih
mudah terpengaruh oleh ayat janji-janji, lain waktu lebih cocok dengan
ayat-ayat ancaman, kisah umat terdahulu, penyebutan jannah dan neraka, dst. Ini
menunjukkan bahwa al-Qur’an bukanlah buatan manusia, melainkan ucapan Allah
Yang Maha Mengetahui seluk-beluk semua ciptaan-Nya.
Di antara manusia ada juga yang
mudah terpengaruh oleh intonasi, tinggi-rendahnya nada, dan irama bacaan.
Kekuatan ini juga terdapat dalam al-Qur’an. Seorang mantan penyair kenamaan,
Labid bin Rabi’ah, ditanya, “Mengapa engkau tiada lagi melantunkan bait-bait
syair dan qashidah?” Ia menjawab, “Surat al-Baqarah dan Ali ‘Imran telah
mencukupi jiwaku dari menikmati qashidah dan syair.”
6. Di dalam al-Qur’an terdapat
pembahasan rinci yang bersifat gaib
Ada beberapa hal di dalam
al-Qur’an yang diturunkan kepada Nabi kita shallallahu ‘alahi wa sallam yang
tidak mengerti baca tulis. Hal tersebut baru terbukti di era teknologi sekarang
ini.
Hal ini oleh para ilmuwan disebut
sebagai keajaiban sains. Keajaiban sains dalam al-Qur’an adalah benar adanya.
Urusan yang secara kasat mata tidak diketahui oleh para sahabat pada masa itu
—tetapi mereka pahami makna globalnya— ternyata baru terbukti hikmahnya yang
agung secara lebih nyata dan rinci pada era ini.
Akan tetapi, harus kita ingat,
hasil penelitian dan pengkajian manusia harus tunduk kepada al-Qur’an, bukan
sebaliknya. Sebab, al-Qur’an adalah haq (benar) dan berasal dari Allah ‘azza
wa jalla, sedangkan ilmu sains dan teknologi adalah hasil rekayasa manusia.
7. Al-Qur’an menumbuhkan
kecintaan kepada Allah
Setiap kali orang yang beriman
membaca dan mendalami al-Qur’an, akan semakin bertambah kecintaannya kepada
Allah ‘azza wa jalla. Ini kembali pada perihal keimanan dan pada
sifat al-Qur’an sebagai sumber petunjuk dan penyembuh bagi kalbu. Semua
perintah, larangan, dan berita dalam al-Qur’an adalah penyembuh bagi apa yang
ada dalam jiwa. Allah ‘azza wa jalla berfirman,
“Katakanlah, ‘al-Qur’an adalah
petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman’.” (Fushshilat: 44)
Ini adalah kekuatan khusus bagi
orang-orang yang beriman. Al-Qur’an akan membimbing dan mengeluarkan mereka
dari kegelapan menuju cahaya, baik dalam masalah ilmiah maupun amaliah. Setiap
kali terjadi fitnah dan kerancuan, seorang mukmin akan memiliki bashirah untuk
menyelesaikannya.
Sumber: Ceramah asy-Syaikh Shalih
Alu Syaikh tentang mukjizat al-Qur’an.
Sumber:
http://qonitah.com/al-quran-mukjizat-abadi/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar