Oleh: Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullah
Yang perlu diperhatikan adalah apabila gambar haiwan yang tidak ada kepalanya seperti bintang laut, maka bagaimana cara menghapus gambar tersebut? Penghapusannya adalah dengan kamu potong sehingga menjadi seperti pohon. Adapun menggambar haiwan-haiwan, maka hukumnya adalah harรขm kerana haiwan termasuk yang mempunyai nyawa, walaupun asalnya memang tidak mempunyai kepala (seperti bintang laut, -pent).
Adapun pendapat yang membolehkan menggambar (memotret) penjahat (pelaku jenayah) adalah tidak ada landasan dalรฎl sama sekali, bahkan dengan ditegakkan hukuman had adalah sudah cukup untuk memperingatkan pelaku jenayah tersebut, kerana Allรขh dan Rasรปl-Nya tidak mengatakan,
“Apabila ada penjahat maka penjahat tersebut digambar!”
َูู
َุง َูุงَู ุฑَุจَُّู َูุณًِّูุง
“Dan Sungguh Rabbmu tidak pernah lupa.” (Maryam: 64)
Bahkan Allรขh Subhรขnahu wa Ta’รขlรข telah berfirman,
ุงูุฒَّุงَِููุฉُ َูุงูุฒَّุงِูู َูุงุฌِْูุฏُูุง َُّูู َูุงุญِุฏٍ ู
ُِْููู
َุง ู
ِุงْุฆَุฉَ ุฌَْูุฏَุฉٍ َููุง ุชَุฃْุฎُุฐُْูู
ْ ุจِِูู
َุง ุฑَุฃَْูุฉٌ ِูู ุฏِِูู ุงِููู ุฅِْู ُْููุชُู
ْ ุชُุคْู
َُِููู ุจِุงِููู َูุงَْْูููู
ِ ุงูุขุฎِุฑِ ََْูููุดَْูุฏْ ุนَุฐَุงุจَُูู
َุง ุทَุงุฆَِูุฉٌ ู
َِู ุงْูู
ُุคْู
َِِููู
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kalian untuk (menjalankan) agama Allรขh, jika kalian beriman kepada Allรขh, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.” (An-Nรปr: 2)
Allรขh Ta’รขlรข juga berfirman,
َูุงูุณَّุงุฑُِู َูุงูุณَّุงุฑَِูุฉُ َูุงْูุทَุนُูุง ุฃَْูุฏَُِููู
َุง ุฌَุฒَุงุกً ุจِู
َุง َูุณَุจَุง ََููุงูุง ู
َِู ุงِููู َูุงُููู ุนَุฒِูุฒٌ ุญَِููู
ٌ
“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allรขh. Dan Allรขh Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Al-Mรข’idah: 38)
Allรขh Ta’รขlรข juga berfirman,
ุฅَِّูู
َุง ุฌَุฒَุงุกُ ุงَّูุฐَِูู ُูุญَุงุฑِุจَُูู ุงَููู َูุฑَุณَُُููู ََููุณْุนََْูู ِูู ุงูุฃَุฑْุถِ َูุณَุงุฏًุง ุฃَْู َُููุชَُّููุง ุฃَْู ُูุตََّูุจُูุง ุฃَْู ุชَُูุทَّุนَ ุฃَْูุฏِِููู
ْ َูุฃَุฑْุฌُُُููู
ْ ู
ِْู ุฎِูุงٍู ุฃَْู َُْْููููุง ู
َِู ุงูุฃَุฑْุถِ ุฐََِูู َُููู
ْ ุฎِุฒٌْู ِูู ุงูุฏَُّْููุง ََُูููู
ْ ِูู ุงูุขุฎِุฑَุฉِ ุนَุฐَุงุจٌ ุนَุธِูู
ٌ
“Sesungguhnya pembalasan terhadap orang-orang yang memerangi Allรขh dan Rasul-Nya dan membuat kerusakan di muka bumi, hanyalah mereka dibunuh atau disalib, atau dipotong tangan dan kaki mereka dengan menyilang, atau dibuang dari negeri (tempat kediamannya). Yang demikian itu (sebagai) suatu penghinaan untuk mereka di dunia, dan di akhirat mereka memperoleh siksaan yang besar.” (Al-Mรข’idah: 33)
Kemudian (yang lebih parah lagi, -pent) mereka para pemerintah tidak cukup dengan menggambar pelaku jenayah saja, bahkan mereka juga menggambar (memotret) para dai-dai yang berdakwah kepada Allรขh kerana menurut pemerintah mereka adalah para penjahat.
Sungguh cukup bagi kami Allรขh, sebaik-baik Yang Diserahi Urusan, sebaik-baik Pembantu dan sebaik-baik Penolong.
- - -
Dan pendapat yang mengatakan bolehnya menggambar untuk pengajaran adalah tidak berlandaskan dengan dalรฎl, bahkan hadรฎts-hadรฎts tentang dilaknatnya tukang gambar yang telah lalu mencakup semuanya. Dan juga dalam permasalahan ini, akan berakibat peremehan terhadap kemaksiatan menggambar yang muncul di kalangan para pelajar, yang berarti mereka bersiap-siap untuk mendapat laknat dari Allรขh apabila mereka belum bรขligh dan akan dilaknat apabila para pelajar tersebut telah bรขligh, dibantu untuk melakukan kemaksiatan bahkan dijerumuskan ke dalamnya.
Maka, di manakah tanggung jawab, sedangkan Rasรปlullรขh shallallรขhu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
ُُُّูููู
ْ ุฑَุงุนٍ َُُُّููููู
ْ ู
َุณْุฆٌُْูู ุนَْู ุฑَุนَِّูุชِِู
“Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap kalian akan dimintai pertanggungjawaban pada apa-apa yang dia pimpin.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 5188 dan Muslim no. 1829)
Dan sabdanya pula,
ู
َุง ู
ِْู ุนَุจْุฏٍ َูุณْุชَุฑْุนِِْูู ุงُููู ุฑَุนَِّูุฉً ุซُู
َّ َูู
ْ َูุญُุทَْูุง ุจُِูุตْุญِِู ุฅูุง َูู
ْ َูุฌِูุฏْ ุฑَุงุฆِุญَุฉَ ุงْูุฌَّูุฉَ
“Tidak ada seorang pemimpin pun yang Allรขh jadikan dia memimpin rakyatnya, kemudian ia tidak memimpin dengan penuh bimbingan, kecuali dia tidak akan mendapatkan (mencium) wanginya surga.” (Sahih, HR. al-Bukhari no. 6731)
Sungguh Nabi shallallรขhu ‘alaihi wasallam telah memberikan perhatian yang besar terhadap pendidikan anak-anak dengan pendidikan yang agamis, setiap anak yang dilahirkan di atas fithrah, maka kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahรปdรฎ, Nashrรขnรฎ, atau Majรปsรฎ.
Beliau shallallรขhu ‘alaihi wasallam telah bersabda,
ُُّูู ู
َُْْูููุฏٍ َُْูููุฏُ ุนََูู ุงِْููุทْุฑَุฉِ َูุฃَุจََูุงُู َُِّูููุฏَุงِِูู ุฃَْู َُููุตِّุฑَุงِِูู ุฃَْู ُูู
َุฌِّุณَุงِِูู
“Setiap anak yang terlahir itu dilahirkan di atas fithrah, maka orang tuanyalah yang menjadikan mereka Yahรปdรฎ, Nashrรขnรฎ, atau Majรปsรฎ.” (Dalam Shohihain dari hadits Abu Hurairoh)
Beliau shallallรขhu ‘alaihi wasallam bersabda dengan apa yang beliau riwayatkan dari Rabb beliau (hadรฎts qudsรฎ),
ุฅِِّูู ุฎََْููุชُ ุนِุจَุงุฏِْู ุญََُููุงุกَ َูุงุฌْุชَุงَูุชُْูู
ُ ุงูุดََّูุงุทُِْูู
“Sesungguhnya Aku telah menciptakan hamba-Ku dalam keadaan betul dan lurus, kemudian syaitรขn-syaitรขn itulah yang menggelincirkannya.” (HR. Muslim dari ‘Iyadh bin Himar Al-Mujasyi‘i)
Maka, harรขm bagi pengajar dan bagi pemerintah (pemimpin-pemimpin) untuk mengajarkan senirupa kapada pelajar.
- - -
Al-Imรขm An-Nawawรฎ rahimahullรขh berkata dalam Syarah Shahรฎh Muslim juz 14 hal 81,
“Pengikut madzhab kami (madzhab Asy-Syรขfi’iyah,-pent) dan para ulamรข selain mereka berkata, Menggambar makhluk yang bernyawa hukumnya harรขm dengan keharรขman yang keras dan termasuk dosa besar, kerana diancam dengan ancaman yang keras sebagaimana tersebut dalam hadรฎts-hadรฎts, baik orang yang membuat gambar itu bertujuan merendahkannya ataupun selainnya, perbuatannya tetap saja dihukumi harรขm, apapun keadaannya.Kerana perbuatan ini menandingi ciptaan Allรขh Subhรขnahu wa Ta’รขlรข, baik gambar itu dibuat pada pakaian, permadani, dirham atau dinรขr, wang, bejana, dinding, dan selainnya.
Adapun menggambar pohon, pelana unta, dan selainnya yang tidak mengandung gambar makhluk bernyawa, tidaklah diharรขmkan. Ini ditinjau dari hukum menggambar itu sendiri. Adapun mengambil gambar makhluk bernyawa untuk digantung di dinding, pada pakaian yang dipakai, atau pada serban dan semisalnya yang tidak terhitung untuk direndahkan, maka hukumnya harรขm. Bila gambar itu ada pada hamparan yang diinjak, pada bantalan dan semisalnya yang direndahkan, maka tidaklah harรขm.”
Akan tetapi, apakah hal yang demikian itu dapat mencegah masuknya malaikat rahmah untuk masuk ke dalam rumah (yang ada gambar makhluk bernyawa)? Hal ini akan saya paparkan dalam waktu dekat, Insyรข’ Allรขh. Dan tidak ada perbezaannya dalam hal ini antara gambar yang mempunyai bayangan (tiga dimensi) ataupun yang tidak mempunyai bayangan.
Ini adalah kesimpulan madzhab kami dalam permasalahan ini. Demikian pula yang semakna dengan pendapat ini, pendapat jumhur ulamรข dari para sahabat Rasรปlullรขh radhiyallรขhu ‘anhum dan para tabi’in dan orang-orang setelah mereka serta madzhabnya Al-Imรขm Ats-Tsaurรฎ dan Al-Imรขm Mรขlik dan Al-Imรขm Abรป Hanรฎfah dan selain mereka.”
Dan sebagian salaf telah mengatakan,
“Sesungguhnya yang dilarang di sini adalah kalau gambar tersebut berbentuk tiga dimensi, akan tetapi tidak mengapa jika gambar tersebut tidak mempunyai bayangan (tidak berdimensi).” Ini adalah madzhab yang batil kerana tirainya ‘รisyah yang telah diingkari oleh Nabi shallallรขhu ‘alaihi wasallam adalah gambar makhluk yang bernyawa yang ada padanya. Tidak seorang pun ragu bahwa tirai tersebut tercela, padahal gambar yang ada padanya bukan gambar yang mempunyai bayangan (tiga dimensi) dan juga pendapat (madzhab) ini batil berdasarkan hadรฎts-hadรฎts yang memutlakkan untuk setiap gambar.”
- - -
Az-Zuhrรฎ rahimahullรขh menyatakan bahwa larangan pada gambar ini umum, demikian pula penggunaan barang-barang yang terdapat gambar, dan masuk rumah yang ada gambarnya, baik gambar itu yang berada pada kain, atau gambar yang berbentuk patung (tiga dimensi), sama saja apakah di tembok, di pakaian, permadani/tikar yang dihinakan atau tidak dihinakan. Sebagai pengamalan zhahir hadรฎts-hadรฎts, terlebih lagi hadรฎts namruqah (tirai), yang disebutkan Al-Imรขm Muslim.
Dan ini adalah madzhab yang kuat, dan orang-orang lain mengatakan bolehnya menggunakan gambar itu ketika berbentuk gambar pada kain (bukan tiga dimensi), baik direndahkan atau tidak, dan sama saja apakah gambar-gambar itu tergantung di dinding-dinding ataupun tidak, dan mereka (ulamรข tsb.) membenci gambar-gambar yang mempunyai bayangan yang digantungkan di dinding-dinding dan selainnya, sama saja baik gambar-gambar itu berbentuk gambar (dua dimensi) atau tidak, dan mereka berhujjah dengan sabda beliau pada sebagian hadรฎts dalam bab ini (kecuali jika gambar tersebut berupa lukisan di baju), dan ini adalah madzhabnya Qรขsim bin Muhammad, dan mereka telah sepakat tentang terlarangnya gambar makhluk bernyawa jika mempunyai bayangan dan wajibnya merubah gambar tiga dimensi tersebut.
- - -
Al-Qรขdhรฎ rahimahullรขh mengatakan bahwa terkecuali jika digunakan untuk bermain-main, pada permainan anak-anak perempuan yang masih kecil, maka yang demikian itu ada keringanan, akan tetapi Imรขm Mรขlik membencinya jika ada seorang laki-laki membeli mainan tersebut untuk anak-anak perempuannya, dan sebagian ulamรข mengatakan bahwa bolehnya (gambar makhluk bernyawa) untuk permainan anak-anak perempuan ini telah dimansukh (dihapus) dengan hadรฎts-hadรฎts ini. Wallรขhu a’lam.
- - -
Ibnu Hajar di dalam kitabnya (Fathul Bรขrรฎ) juz 10 halaman 391 telah menukilkan perkataan Ibnul ‘Arabi:
Kesimpulan dari apa-apa yang dijelaskan tentang gambar makhluk bernyawa; jika berbentuk tubuh (tiga dimensi), maka hukumnya harรขm menurut ijma’.
Tetapi jika gambar itu berbentuk lukisan, maka di sini ada 4 pendapat,
1. Boleh secara mutlak dengan bersandar pada zhรขhir dari sabda Rasรปlullรขh shallallรขhu ‘alaihi wasallam pada hadรฎts bab ini, ‘Kecuali jika gambar itu berupa lukisan di baju.”
2. Larangan secara mutlak walapun gambar tersebut berupa lukisan.
3. Jika gambar tersebut telah berbentuk dengan sempurna maka hukumnya harรขm, tetapi jika telah dipotong kepalanya atau terpisah-pisah bagian tubuhnya, maka hal ini tidak mengapa. Dan inilah pendapat yang paling baik dan benar.
4. Jika gambar-gambar tersebut termasuk yang dihinakan maka hukumnya boleh, tetapi jika untuk digantungkan pada dinding-dinding, maka hukumnya tidak boleh.
Saya katakan (Syaikh Muqbil), “Dan pada pendapat yang akhir ini tidak ada dalil sama sekali.”
Gambar-gambar Makhluk Bernyawa yang Bersifat Darurat
Jika seseorang itu terpaksa menggunakan paspor, sama saja apakah untuk kepentingan haji atau selainnya di antara safar-safar yang harus dilakukan, atau Kad Pengenalan (KTP) atau Lesen memandu (SIM) atau Surat Keterangan Kerja atau duit kertas, maka yang demikian itu dosanya dibebankan kepada pemerintah yang telah memaksamu kepada ini semua.
Batasan darurat di sini adalah hilangnya kemashlahatan (kebaikan) yang wajib kamu lakukan apabila kamu tinggalkan gambar. Adapun gambar yang diminta dari para pelajar atau dari kemiliteran, hal ini bukan merupakan darurat, kerana memungkinkan seorang pelajar untuk tidak menuntut ilmu di sekolah-sekolah dan bisa menuntut ilmu secara langsung dengan para ulamรข di masjid-masjid. Dan memungkinkan pula para tentera itu berpaling dan meninggalkan profesi kemiliterannya.
Di antara kemungkaran yang ada bahwasanya kita melihat gambar para ulamรข di akhbar-akhbar dan majalah-majalah.
Dan yang lebih mungkar lagi dari ini adalah gambar-gambar yang terdapat pada poster pilihan raya (pemilu) yang dijadikan sarana untuk mendukung sistem demokrasi thรขghรปt, dan yang lebih mungkar lagi adalah gambar-gambar perempuan pada acara pemilu itu. Dan bentuk kemungkaran yang besar pula ketika seseorang telah mengumpulkan manusia di masjid-masjid sementara itu fotografer atau kameraman membidikkan kamera ke arahnya dan demikian pula foto-foto jamรข’ah haji di Mina dan ‘Arafah.
Dan peralatan kamera diletakkan di Masjid ‘Uranah dan Masjidil Harรขm dan yang selainnya termasuk pukulan terhadap syiar-syiar agama yang agung ini.
Dan alat-alat penyiar siaran langsung itu adalah termasuk alat yang diharรขmkan kerana dianggap sebagai gambar makhluk bernyawa, dan manusia juga menamakannya sebagai gambar (makhluk bernyawa) sehingga hukumnya adalah harรขm sebagaimana peletakan gambar-gambar pada pintu masuk atau penempelan di tembok.
(Dinukil dari ุญูู
ุชุตููุฑ ุฐูุงุช ุงูุฃุฑูุงุฉ (Hukum Menggambar Makhluk Bernyawa, Pandangan Syarรฎ’at tentang Lukisan, Fotografi, dan Televisi); Bab: Harรขmnya Tontonan yang Bergerak yang Berwujud Makhluk-makhluk Bernyawa, baik itu Televisi, Video, Panggung Wayang / Bioskop, HP Berkamera, Kamera Pengawas Online dalam Lapangan Pertandingan, Gedung Pertemuan-pertemuan Umum, atau Tempat-tempat Penjagaan dengan Alat-alat Monitor, dan Gambar-gambar Makhluk Bernyawa yang Bersifat Darurat, karya Asy-Syaikh Muqbil bin Hรขdรฎ Al-Wรขdi’รฎ rahimahullรขh, hal. 38-44 dan 88-89, Penerjemah: Abรป Muhammad Farhรขn Al-Bantulรฎ, Muraja’ah: Al-Ustรขdz ‘Alรฎ Basuki Lc., Penerbit: Penerbit Al-Ilmu Yogyakarta, cet. ke-1 Syawwal 1428H/November 2007, untuk http://akhwat.web.id)
http://www.alfawaaid.net/2012/06/hukum-tv-video-kamera-fotografi-gambar_1.html